Linang air
mata membasahi acara pengistirahatan terakhir Pak Fajar. Banyak teman, murid,
dan hanya seorang anak dan seorang istri yang mendatangi acara ini. Walaupun
acara ini hanya berlangsung sederhana dan selesai dengan begitu cepet, namun
semua masih membekas di hati mereka semua.
Saat
ini, upacara pertama untuk siswa baru di SMA N 1 Boyolali dilaksanakan,
walaupun masih masuk untuk pertama kali, tidak sedikit siswa yang berkelakuan
diluar kewajaran, seperti tidak memakai kaos kaki, terlambat masuk,
bermain-main dengan teman-teman, serta hal-hal yang tidak penting lainnya.
Seorang guru yang melihat kelakuan mereka hanya bisa menggelangkan kepala.
Acara
upacara selesai, semua murid masuk ke ruang kelas masing-masing. Kali ini pelajaran
sejarah di salah satu kelas, tiba-tiba saja saat para murid sedang
berenak-enak, datanglah guru yang aneh, memakai kacamata tebal, baju yang lusu,
bersepatu kuno, dan paling anehnya lagi, dia bernyanyi-nyanyi lagu ‘Garuda
Pancasila’ walaupun hanya bersenandung. Dan dia mengajak semua murid keluar
dari ruang kelas dan belajar di aula sekolah untuk memandangi gambar-gambar
para pahlawan. Beliau adalah Pak Fajar. Pak Fajar adalah guru yang lumayan
populer di sekolahan ini. Pak Fajar hanyalah guru honorer yang sudah 20 tahun mengajar di sekolah ini. Pak Fajar
lebih suka memanggil murid-muridnya sebagai teman dan lebih suka kalau
dipanggil dengan sebutan kapten. Pak Fajar mempunyai semboyang yang paling
disukai, yaitu ‘Rawe-rawe rantas, Malang-malang putung’. Semboyang ini memiliki
arti dan makna yang sangat dalam, yaitu apa saja yang menghalangi kita untuk
maju, maka harus diberantas sampai habis.
Toro,
Toro Sudirman adalah murid yang paling disenangi oleh Pak Fajar. Toro adalah
murid yang pemberani, dan cepat mengambil keputusan. Toro mempunyai teman yang
bernama Trimo dan Doni. Selain teman, Toro juga mempunyai dua orang yang sengit
dengannya. Mereka berdua bernama Joko dan Kamto.
Seusai
pelajaran, diluar kelas Toro berkelahi dengan Joko hanya karena masalah sepele.
Tidak terima dengan dengan perkataan Toro, seketika Joko langsung menyahut
perkataan dari Toro. Tidak sabar, Joko mengajak bertengkar dengan Toro. Salah
satu guru mengetahui perbuatan Toro dan Joko dan menghentikannya. Setelah guru
itu pergi datanglah Pak Fajar dan menanyakan keadaan mereka. Karena di
sekolahan terlalu tidak aman, mereka semua akhirnya memutuskan untuk berkelahi
di lapangan yang tidak di ketahui oleh orang. Tak sengaja, Pak Fajar melewati
lapangan yang dijadikan tempat mereka berkelahi. Pak Fajar pun langsung
berhenti dan melerai semua perbuatan murid-muridnya. Tak disengaja, Pak Fajar
terjatuh dan bajunya tersangkut ranting pohon dan sobek. Pak Fajar tidak akan
melaporkan kejadian tadi ke kepala sekolah asal mereka semua berdamai.
Sampai
dirumah, istri tercinta sudah menunggu dengan cucian tetangga yang menumpuk.
Sang istri yang keget dengan luka yang dialami oleh Pak Fajar atas kejadian
tadi. Tambah kaget lagi melihat baju Pak Fajar yang sobek parah.
Malam
harinya, Pak Fajar langsung menghakimi Surya karena merokok. Suara Pak Fajar
terdengar sampai luar rumah karena saat itu istri Pak Fajar sedang berada di
luar rumah sehabis dari pengajian.
Sebenarnya pak Fajar tidak tega memarah-marahi
anaknya. Pak Fajar ingin Surya menjadi anak yang berprestasi, cerdas, pintar,
dan selalu menuntut ilmu. Tetapi, karena masalah ekonomi pak Fajar yang bisa
dibilang dibawah, Surya taerpaksa putus sekolah. Tetapi karena tekat yang kuat,
Surya ingin menjadi ojek dan uangnya digunakan untuk ditabung agar bisa
berekolah kembali.
Disisi
lain, Joko mengadu kepada kedua orang tua tentang cerita tadi siang. Akan
tetapi ayah Joko tidak yakin dengan perkataan Joko. Tapi, ibu Joko sangat
memanjakan Joko, sehingga ingin melaporkan Pak Fajar ke kepala sekolah. Karena
suaminya tidak mendukung, maka ibu Joko menghubungi ibu Kamto untuk hal yang
serupa. Tanpa pikir panjang ibu Kamto menyetujui usulan Ibu Joko.
Keesok
harinya, ibu Joko dan ibu Kamto datang ke sekolahan untuk mengadukan kasus yang terjadi pada anak
mereka ke kepala sekoklah. Ibu Fatma, selaku kepala sekolah juga sangat
berterimakasih atas pengaduan ini, dengan tujuan kemajuan sekolah.
Pada
waktu yang sama, sepeda motor yang dikendarai pak Fajar dengan Surya mogok
dijalan. Tidak disengaja, Toro lewat dan mengetahui hal itu, Toro menghentikan
laju sepeda motornya dan membenarkan sepeda motor pak Fajar. Ternyata, sepeda
motor pak Fajar mogok karena kabulatornya banjir dan businya basah. Karena
nampaknya sudah semakin siang, Toro mengajak pak Fajar untuk bergoncengan
menuju ke sekolahan.
Sampai
di sekolahan, Toro dan pak Fajar langsung bergegas menuju kelas. Di depan pintu
masuk, pak Rohman mengunggu Toro agar mendatanginya di kantor dan pak Fajar
untuk menghadap kepala sekolah.
Di
depan kantor pak Rohman, Doni dan Trimo sudah menunggu. Tak lama, datanglah
Joko dan Kamto. Satu per satu dipanggil oleh pak Rohman, dan pada akhirnya
tinggal Toro sendirian. Saat nama Toro dipanggil, Toro sudah bersiap dari luar.
Ternyata Toro adalah murid pindahan dari SMA Negeri lain di wilayah sekitar,
Toro saat itu tidak naik kelas dan memutuskan mengulangi kelas satu dengan
pindah sekolah. Dan yang terjadi, mereka semua mendapat skors.
Di
ruang kepala sekolah, pak Fajar bertemu denga ibu Fatma untuk pertama kalinya.
Tanpa basa-basi, bu Fatma langsung berbicara pada inti. Ibu Fatma memprotes
keras terhadap metode pak Fajar dengan menatap dinding-dinding sekolah dan jauh
diluar standar kompetensi. Dan ibu Fatma kecewa karena pak Fajar menutupi perkelahian
diantara murid.
Suasana
di ruang kelas sangat sepi tanpa kehadiran semua murid. Dan kini pak Fajar
mendapat kesempatan untuk mengajar di SMP N 1 Boyolali untuk beberapa hari.
Hidup-hidup kini dirasakan pak Fajar seperti kehidupan biasanya.
Esok
harinya, pak Fajar siap mengajar di kelas Toro. Dan kebetulan juga mereka semua
sudah kembali bersekolah. Kali ini, pak Fajar mengajar tentang semboyang yang
cukup terkenal ‘Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh’ serta ‘politik sapu
lidi’ yaitu apabila disatukan akan kuat, sehingga tidak mudah patah dan bisa
digunakan untuk menyapu. Sengaja, pak Fajar membawa sapu lidi dan semua murid
dikelas itu disuruh mengambilnya satu per satu.
Dikelas
yang sama, besoknya pak Rindoko memberitahu kalau akan diselenggarakannya
pentas seni drama. Akan tetapi pentas seni dramanya merupakan gabungan dari
kelas 1 dan kelas 2 yang akan dilatih pada hari Sabtu oleh pak Rindoko dan pak
Fajar. Dan naskahnya menggunakan buatan para murid.
Setelah
itu pelajaran sejarah di kelas itu. Kali ini pak Fajar mengajar tentang
‘foklor’. Dan semuanya ditugaskan untuk mencari satu foklor di manapun.
Walaupun banyak murid yang mengluh, tetapi banyak juga yang bekerja keras
mencari di perpustakaan sekolah atau lain halnya.
Seperti
di SMA N 1 Boyolali, di SMP N 1 Boyolali pak Fajar juga menggunakan metode
beerbeda setiap belajar. Seperti membuat game
disetiap pembelajaran. Ternyata semua siswa di kelas yang diajar oleh pak Fajar
di SMP ini semuanya pintar dan cerdas.
Di
rumah pak Fajar, ibu Joko dan ibu Kamto datang untuk memberi uang sogokan nilai
anak mereka agar lebih baik tanpa diketahui Joko dan Kamto.
Hasil
tugas sejarah yang mereka buat berbuah manis. Tidak ada satu pun yang bernilai
jelek. Hingga semua kegirangan dan menari-nari di dalam kelas.
Setelah
ibu Joko dan ibu Kamto pulang, Surya pulang dengan keadaan sakit dan diantarkan
oleh temannya. Malamnya, Surya panas. Ibu Surya terus menanyakan apakah perlu
dibawa ke rumah sakit. Pak Fajar ingin menunggu sampai besok apakah ada
perkembangan dari Surya.
Ibu
Surya memberikan uang sogokan tadi kepada pak Fajar, akan tetapi pak Fajar
menolaknya mentah-mentah dan hanya melihatnya.
Hari
Sabtu, latihan drama pertama dimulai. Semua siswa sudah berkumpul kecuali Joko.
Joko segera datang bersama ibunya. Kebetulan, pak Sodiq tukang kebun SMA 1 di
depan gerbang sekolah. Ibu Joko memberi sedikit upah kepada pak Sodiq atas
jasanya kemarin. Dan pak Sodiq memberikan uang sogokan pak Fajar dan diketahui
oleh Joko. Joko marah atas perilaku ibunya yang sangat memalukan.
Di
area latihan drama. Pak Rindoko membeeritahu kepada pak Fajar kalau Surya sudah
dikirim dokter oleh pak Rindoko yang kebetulan adalah calon istri dari pak
Rindoko. Pak Fajar sangat senang atas bantuan pak Rindoko. Tak lama, Joko
datang dan langsung mengikuti persiapan drama.
Saat
mengajar, pak Fajar di panggil oleh kepala sekolah untuk menghadap. Tak dikira,
pak Fajar dinilai oleh ibu Fatma sangatlah rendah. Merusak properti sekolah,
menari-nari disaat jam pelajaran dan paling parahnya ia mengira, pak Fajar
meminta uang sogokan kepada murid dengan bukti uang sogokan. Pak Fajar
bertindak tegas, beliau menegaskan sebenarnya itu semua merupakan ekspresi
kegembiraan para siswa dan walaupun beliau hidup serba kekurangan, beliau tidak
pernah secuilpun memakan uang haram. Pak Fajar mengajar demi kecintaannya pada
negara dan bangsa serta kecintaannya
atas sejarah.
Malam
hari, dirumah. Pak Fajar sangat kecewa. Sekian tahun beliau mengajar di SMA 1,
baru kali ini direndahkan begitu dalam. Pak Handoko mencoba membangkitkan
kembali semangat pak Fajar. Akan tetapi, pak Fajar hanyalah mengalah atas semua
ini.
Dengan
sangat menyesal, pentas drama di batalkan karena tidak ada biaya. Semua siswa
sangat kecewa, semua berusul untuk menggalang dana dengan patungan untuk dana
awal. Semua murid berjanji untuk mencari dana. Semua menggalang dana dan masih
sangat banyak kekurangaannya.
Di
perjalanan pulang, Toro bertemu dengan segerombolan orang yang memantang untuk
balapan liar. Entah dilayani atau tidak.
Joko
yang tadinya ingin memberikan dananya sebesar 2 juta dibatalkan karena ibunya
tidak setuju atas perbuatan anknya. Yang ingin membantu penggalangan dana.
Di
depan kantor kabupaten pak Fajar bertemu dengan Sumantri bupati sahabatnya.
Sambil berbincang-bincang ria, pak Fajar mengenalkan pak Rindoko.
Di
tempat lain, ternyata Toro sendirian menghadapi balapan liar dengan geng motor
yang henghadangnya kemarin. Tak diketahui, Toro di pukul menggunakan kayu dan
perlu dirawat dirumah sakit dan sekarang keadaannya kritis. Terpaksa tidak di
lakukan.
Kepala
sekolah kembali memanggil pak Fajar dan pak Rindoko. Dengan berat hati, pak
Fajar dan pak Rindoko dicoret sebagai staf pengajar di SMA 1. Pak Rindoko
membantah keras atas semua perbuatan itu. Pak Rindoko ingin mempertahankan pak
Fajar sebagai guru di SMA 1.
Pak
Fajar datang ke Rumah Sakit untuk mengetahui keadaan Toro. Karena rasa
sayangnya kepada Toro, pak Fajar membelikan buku yang berjudul “Jenderal
Sudirman”. Tadinya pak Fajar ingin membacakan bukunya, akan tetapi bukunya
tidak boleh dibawa masuk, jadinya dititipkan ke suster. Pak Fajar terus
menyemangati Toro agar tetap kukuh.
Malamnya,
di rumah pak Fajar menerima telepon dari dokternya Toro dan memberitahu
perkembangan Toro mulai membaik. Di perjalanan menuju Rumah Sakit untuk
menjenguk Toro, pak Fajar diserempet oleh pengendara sepeda motor dan terjatuh.
Na’as, saat mulai berjalan, dari belakang tiba-tiba sebuah mobil lewat dengan
kecepatan yang sangat cepat. Tidak sempat mengindar, pak Fajar tertabrak dan
sudah tidak sadarkan diri dan akhirnya meninggal dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar